Pada 2003, dari total 100 % lahan hutan jati Perhutani di Jawa, ada sekitar 76 % nya adalah hutan produksi, yaitu kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan terutama kayu jati & sisanya kurang dari 24 % adalah hutan lindung, suaka alam, hutan wisata serta cagar alam.
Selain memiliki fungsi ekonomis, hutan jati juga memiliki fungsi non-ekonomis. Fungsi non-ekonomis yang penting adalah sebagai penyangga ekosistem. Tajuk pohon jati bisa menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya berlebihan. Tajuk pohon jati juga melakukan proses fotosintesis yang bisa menyerap karbondiaoksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua proses ini sangat membantu menjaga kestabilan iklim di dalam atau di luar hutan. Selain itu pohon jati juga membantu menyuburkan tanah, akar pohon jati tumbuh melebar dan mendalam sehingga bisa menggemburkan tanah, air dan udara mudah masuk ke dalamnya. Ranting, daun, buah dan bunga yang jatuh akan menutupi permukaan tanah dan menjadi serasah dan serasah akan berproses menjadi humus tanah. Selain itu serasah juga akan menyerap air hujan sehingga tanah terlindungi dari erosi.
Area hutan jati pastinya hijau berhawa sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi dibandingkan dengan area hutan lainnya. Lingkungan yang hijau akan mengundang banyak satwa untuk singgah, salah satunya adalah burung. Apabila suatu wilayah sering didatangi burung pertanda wilayah itu sedikit bahkan bebas polusi. Dan yang lebih penting dari semua itu adalah bahwa wilayah hijau akan menjadi cadangan sumberdaya di masa depan.